Pada akhir abad ke-17 ilmu kimia berkembang sebagai suatu
ilmu pengetahuan setelah Antoine lauzent lavoiser metode yang kini dikenal
sebagai “ metode ilmiah ” yakni metode dengan pengamatan-pengamatan, menghubungkan
perkiraan, menguji perkiraan dengan percobaan selanjutnya, dan akhirnya menarik
kesimpulan.
Peranan matematika pada perkembangan kimia dan IPA pada
umumnya, sebagai pengetahuan eksas kimia tergantung pada bilangan-bilangan pada
aspek-aspek teoritis maupun praktis.
Perkembangan ilmu kimia menjadi pesat setelah digunakan
metode ilmiah yang tidak terlepas hubungannya dengan matematik, karena data
yang diperoleh adalah dari eksperimen secara kuantitatif.
Kimia menggabungkan antara spiritual, kerajinan dan
sifat-sifat magis dengan keadaan unsur-unsur alam khususnya dalam pengolahan
logam dan obat.
Kimia berkembang dalam dunia Islam melalui transformasi
berbagai budaya intelektual. Pengaruh
budaya ini sekaligus sebagai akar-akar sains Islam pada umumnya. Kimia dalam
Islam mengembangkan sistem falsafahnya berhubungan erat dengan agama dan
kepercayaan.
Masa gemilang atas kekayaan khazanah intelektual Islam amat
dipengaruhi oleh ilmuwan dan filosof masa tersebut. Kesan terbuka, pluralis dan
toleran cukup menonjol dalam karakter ilmuwan muslim. Spirit independensi atau
otonomi intelektual mewarnai atmosfir kehidupan para ilmuwan dan filosof dalam
membangun sains-sains Islam yang mengagumkan. Tradisi intelektual masyarakat
muslim yang terus menerus selama tiga setengah abad menjadi stimulus bagi
munculnya sains di Eropa yang sebelumnya terkukung oleh kekuasaan agama yang
hegemonik.
Seluruh lapisan masyarakat Eropa dengan gairah yang luar
biasa secara bersama melepaskan hegemoni agama, dimana selama ini telah
berperan sebagai institusi yang sangat dominan dalam memegang otoritas segala
bentuk kebenaran.
Ilmu kimia merupakan sumbangan penting yang telah diwariskan
para kimiawan Muslim di abad keemasan bagi peradaban modern. Para ilmuwan dan
sejarah Barat pun mengakui bahwa dasar-dasar ilmu kimia modern diletakkan para
kimiawan Muslim. Tak heran, bila dunia menabalkan kimiawan Muslim bernama Jabir
Ibnu Hayyan sebagai 'Bapak Kimia Modern'. "Para kimiawan Muslim adalah
pendiri ilmu kimia," cetus Ilmuwan berkebangsaan Jerman di abad ke-18 M.
Will Durant dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith, juga mengakui
bahwa para kimiawan Muslim di zaman kekhalifahanlah yang meletakkan fondasi
ilmu kimia modern.
Dalam masa genggaman ilmuwan muslim yang dipelopori Jabir,
identitas ini perlahan mulai berubah dan ditransformasikan sebagai sebuah sains
yang berusaha mendemistifikasi alam (Islam dengan tegas menyatakan bahwa alam
adalah bidang yang teratur dan continue, universal dan pasti) dengan
menggunakan pendekatan akal budi. Bahkan, metode eksperimen dari ilmuan kimia
muslim Jabir inilah yang pada akhirnya diadopsi oleh Eropa sebagai salah satu
instrumen untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang kemudian dikenal dengan
sebutan metode ilmiah.
Metode ini mulai dipergunakan di Eropa setelah zaman
pertengahan yang dipelopori oleh Francis Bacon (1561-1626). Sejak itulah paradigma
sains-sains yang telah ada berangsur-angsur berubah kearah sains modern
sepertisaat ini.
Kajian ini berusaha mengulas kembali kemunculan kimia
sebagai bagian dari sains. Islam yang dihasilkan melalui proses kultural, serta
mengetahui perkembangan dan manfaatnya dari kimia klasik hingga kimia modern di
dunia muslim.
Menurut Durant, kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya
diciptakan oleh peradaban Islam. "Dalam bidang ini (kimia), peradaban
Yunani (seperti kita ketahui) hanya sebatas melahirkan hipotesis yang
samar-samar," ungkapnya.
Sedangkan, peradaban Islam, papar dia, telah memperkenalkan
observasi yang tepat, eksperimen yang terkontrol, serta catatan atau dokumen
yang begitu teliti. Tak hanya itu, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam di
era kejayaan telah melakukan revolusi dalam bidang kimia.
Kimiawan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia
menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Dengan memanfaatkan
ilmu kimia, Ilmuwan Islam di zaman kegemilangan telah berhasil menghasilkan
sederet produk dan penemuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.
Berkat revolusi sains yang digelorakan para kimiawan
Muslim-lah, dunia mengenal berbagai industri serta zat dan senyawa kimia
penting. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa alkohol, nitrat, asam sulfur,
nitrat silver, dan potasium-senyawa penting dalam kehidupan manusia
modern-merupakan penemuan para kimiawan Muslim. Revolusi ilmu kimia yang
dilakukan para kimiawan Muslim di abad kejayaan juga telah melahirkan
teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi. Dengan menguasai
teknik-teknik itulah, peradaban Islam akhirnya mampu membidani kelahiran
sederet industri penting bagi umat manusia, seperti industri farmasi, tekstil,
perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.
Pencapaian yang sangat fenomenal itu merupakan buah karya
dan dedikasi para ilmuwan seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Majriti,
Al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak yang lainnya. Setiap kimiawan Muslim itu
telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi pengembangan ilmu kimia. Jabir
(721 M-815 M), misalnya, telah memperkenalkan eksperimen atau percobaan kimia.
Ia bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian
eksperimen. Salah satu ciri khas eksperimen yang dilakukannya bersifat
kuantitatif. Ilmuwan Muslim berjuluk 'Bapak Kimia Modern' itu juga tercatat
sebagai penemu sederet proses kimia, seperti penyulingan/distilasi,
kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi.
Cendekiawan-cendikiawan Barat mengakui bahwa Jabir Ibnu
Hayyan (721-815 H.) adalah orang yang pertama yang menggunakan metode ilmiah
dalam kegiatan penelitiannya dalam bidang alkemi yang kemudian oleh ilmuan
Barat diambil dan dikembangkan menjadi apa yang dikenal sekarang sebagai ilmu
kimia. Jabir, di Barat dikenal Geber, adalah orang yang pertama mendirikan
suatu bengkel dan mempergunakan tungku untuk mengolah mineral-mineral dan
mengekstraksi dan mineral-mineral itu zat-zat kimiawi serta
mengklasifikasikannya.
Muhammad Ibnu Zakaria, al-Rozi (865-925), telah melakukan
kegiatan yang lazim dilakukan oleh ahli kimia dengan menggunakan alat-alat
khusus, seperti distilasi, kristalisasi, dan sebagainya. Buku al-Razi (Razes),
diakui sebagai buku pegangan laboratorium kimia pertama di dunia.
Sang ilmuwan yang dikenal di Barat dengan sebutan 'Geber'
itu pun tercatat berhasil menciptakan instrumen pemotong, pelebur, dan
pengkristal. Selain itu, dia pun mampu menyempurnakan proses dasar sublimasi,
penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan,
dan pemurnian. Berkat jasanya pula, teori oksidasi-reduksi yang begitu terkenal
dalam ilmu kimia terungkap. Senyawa atau zat penting seperti asam klorida, asam
nitrat, asam sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian dan pemikiran
Jabir. Ia pun sukses melakukan distilasi alkohol. Salah satu pencapaian penting
lainnya dalam merevolusi kimia adalah mendirikan industri parfum.
Muhammad Ibn Zakariya ar-Razi Ilmuwan Muslim lainnya yang
berjasa melakukan revolusi dalam ilmu kimia adalah Al-Razi (lahir 866 M). Dalam
karyanya berjudul, Secret of Secret, Al-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam
yang sangat bermanfaat. Ia membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat
keduniawian, tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil
kreasinya. Al-Razi pun tercatat mampu membangun dan mengembangkan laboratorium
kimia bernuansa modern. Ia menggunakan lebih dari 20 peralatan laboratorium
pada saat itu. Dia juga menjelaskan eksperimen-eksperimen yang dilakukannya.
"Al-Razi merupakan ilmuwan pelopor yang menciptakan laboratorium
modern," ungkap Anawati dan Hill.
Bahkan, peralatan laboratorium yang digunakannya pada zaman
itu masih tetap dipakai hingga sekarang. "Kontribusi yang diberikan
Al-Razi dalam ilmu kimia sungguh luar biasa penting," cetus Erick John
Holmyard (1990) dalam bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri
farmakologi muncul di dunia.
Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah
Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis
buku kimia bertajuk, Rutbat Al-Hakim. Dalam kitab itu, dia memaparkan rumus dan
tata cara pemurnian logam mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang
membuktikan prinsip-prinsip kekekalan masa yang delapan abad berikutnya
dikembangkan kimiawan Barat bernama Lavoisier.
Sejarah peradaban Islam pun merekam kontribusi Al-Biruni
(wafat 1051 M) dalam bidang kimia dan farmakologi. Dalam Kitab Al-Saydalah
(Kitab Obat-obatan), dia menjelaskan secara detail pengetahuan tentang
obat-obatan. Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya peran farmasi dan
fungsinya. Begitulah, para kimiawan Muslim di era kekhalifahan berperan
melakukan revolusi dalam ilmu kimia.
Dulu dunia islam sangat maju sebelum terjadi perang salib,
mulai dari ilmu kedokteran, kimia, biologi, sosial, ilmu
perbintangan/astronomi, aljabar, science, filsafat dll semua ada di
perpustakaan baghdad irak.
dimana selama masa perang salib, banyak buku-buku islam yang
diambil, dan dibawa oleh pasukan salib dan sebagian lain dibakar oleh pasukan
salib. karena pada saat terjadi serangan pasukan salibis, buku-buku di
perpustakaan Baghdad dibakar dan dibuang ke sungai tigris. Jadi hampir semua
teknologi dan science yang ada di tangan orang-orang barat berasal dari
kebudayaan Islam.
Kimia yang menjadi cikal bakal ilmu kimia modern seperti
yang telah dinikmati pada saat ini, sesungguhnya pernah melewati tahapan di
mana teori-teori klasik yang dihasilkan berasal dari olahan dan hasil karya
ilmuwan muslim abad ke-12 yang lampau. Kimia di tangan ilmuwan muslim mengalami
lonjakan kemajuan besar karena terjadi perubahan paradigma dalam mengemas
sebuah ilmu pengetahuan dengan menggunakan tahapan verifikasi melalui sebuah
eksperimen. Hasil-hasil temuan para ilmuwan muslim ini pun masih dirasakan
manfaatnya hingga sekarang. Perpindahan kimia Islam ke Eropa menjadi titik
balik kemunduran kimia dan sains-sains Islam pada umumnya yang sebelumnya
menjadi lokomotif kemajuan ilmu pengetahuan di seluruh penjuru dunia. Bersamaan
dengan itu, kimia secara perlahan mulai ditinggalkan oleh ilmuwan masyarakat
yang mulai beralih kepada ilmu kimia modern karena memiliki kerangka kerjayang
lebih handal dan teliti dalam kajian kealaman.
Beberapa ilmuan muslim mengejar ketinggalan kemajuan ilmu
kimia modern melalui riset-riset yang terus dikembangkan seperti yang kerap
dilakukan pada lembaga-lembaga akademik. Semangat dan kinerja yang ditunjukkan
ilmuwan muslim serta hasil dari kegiatan ilmiah tersebut dapat dianggap sebagai
modal dan aset untuk kemajuan ilmu kimia yang lebih baik serta pemanfaatan yang
lebih meluas dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat muslim. Problem
terbesar tersendatnya kemajuan ilmu kimia didunia muslim terletak pada dukungan
yang kongkret dari semua pihak. Diantara yang mutlak diperlukan adalah dukungan
moril baik dari instansi pemerintah, institusi agama dan masyarakat, serta
dukungan materil berupa kucuran dana yang signifikan.
Demikianlah, perkembangan ilmu kimia di dunia muslim diawali
kira-kira sejak satu abad setelah hadirnya peradaban Islam, kemudian berkembang
hingga masa sekarang. Ilmu kimia modern berhutang banyak pada kimia Islam lebih
dari seperangkat metode, tetapi juga produk-produk kimiawi yang manfaatnya
dirasakan hingga masa sekarang. Ilmuwan muslim secara perlahan tetapi pasti
telah berupaya mengejar ketertinggalannya. Dengan kuantitas dan kualitas yang
dihasilkan di ilmuwan kimia muslim, cukuplah kompetitif untuk diharapkan dengan
apa yang telah dihasilkan di Barat.
Sumber : https://bhaswer.blogspot.co.id
0 komentar:
Posting Komentar