Kamis, 31 Maret 2016

MEMANFAATKAN KULIT SINGKONG MENJADI PAKAN ALTERNATIF TERNAK KAMBING DAN DOMBA




Pengalaman peternak Cipambuan-Sukabumi, pemberian kulit singkong oleh peternak secara langsung dicampur dengan rumput atau diberikan setelah kambing/domba diberi makan rumput. Lain lagi dengan peternak Bojongkembar-Bogor yaitu dengan mencacahnya terlebih dulu kemudian dilayukan sebelum diberikan ke ternak. Berdasarkan praktek tersebut, diketahui bahwa tingkat kematian ternak akibat keracunan lebih besar kejadiannya di Desa Bojongkembar.
 Kulit singkong yang berpotensi sebagai pakan ternak mengandung asam sianida. Konsentrasi glukosida sianogenik di kulit umbi bisa 5 sampai 10 kali lebih besar dari pada umbinya. Sifat racun pada biomass ketela pohon (termasuk kulitnya umbinya) terjadi akibat terbebasnya HCN dari glukosida sianogenik yang dikandungnya. Total kandungan sianida pada kulit singkong berkisar antara 150 sampai 360 mg HCN per kg berat segar. Namun kandungan sianida ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh varietas tanaman singkongnya.
Dilaporkan bahwa ternak domba mampu mentoleransi asam sianida pada konsentrasi 2,5 – 4,5 ppm per kg bobot hidup. Sedangkan TWEYONGYERE dan KATONGOLE (2002), melaporkan bahwa konsentrasi asam sianida yang aman dari pengaruh toksik adalah dibawah 30 ppm. Hasil analisa kandungan HCN pada kulit singkong yang diambil dari Desa Cipambuan dan Bojongkembar adalah 459,56 ppm (Tabel 2). Tingginya kandungan asam sianida dalam kulit singkong ini dapat menimbulkan keracunan jika dikonsumsi oleh ternak (domba/kambing).
 Informasi dari hasil penelitian Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong Menjadi Pakan Ternak Dalam Rangka Memberdayakan Pelaku Usaha Enye-Enye oleh Vyta W. Hanifah, D. Yulistiani Dan S.A A. Asmarasari di Desa Cipambuan dan Bojongkembar. Pada percobaan ini dilakukan proses pengolahan kulit singkong diantaranya:
 1. Perendaman: dilakukan dengan cara memasukkan kulit singkong yang sudah dipotong kecil-kecil ke dalam ember yang kemudian diisi air sampai kulit singkong terendam dan dibiarkan semalaman (16 jam).
 2. Pengukusan: dilakukan dengan membersihkan kulit singkong dari tanah yang melekat (dicuci) kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya dikukus dalam panci yang ada saranganya yang berisi air dan didihkan selama 15 menit.
3. Dicampur dengan urea 3% BK: Kulit singkong dicuci kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya dicampur dengan urea dengan konsentrasi 3% dari berat kering. Kemudian campuran terbut dimasukkan ke dalam plastik disimpan dalam kondisi kedap udara selama 1 minggu.
 4. Fermentasi: dilakukan dengan cara kulit singkong yang sudah dicuci kemudian diiris kecil-kecil yang selanjutnya dikukus dalam panci yang berisi air mendidih selama 15 menit, setelah itu diangkat kemudian ditebar dalam nampan sampai dingin. Setelah dingin kulit singkong ini diinokulasi dengan menggunakan kapang Trichoderma resii, kemudian ditutup dengan nampan diatasnya dan dibiarkan selama 4 hari.
Hasil percobaan perlakuan terhadap kulit singkong dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa kulit singkong yang tidak diolah mempunyai kandungan HCN yang sangat tinggi (459,56 ppm).
 Dengan berbagai proses pengolahan yang dilakukan pada percobaan ini terlihat bahwa kandungan HCN dapat turun secara drastis dan konsentrasi masih dibawah ambang toleransi, seperti proses fermentasi yang dapat menurunkan kadar HCN hampir hilang (0,77 ppm). Bahkan dengan proses yang paling sederhana dengan perendaman, kandungan HCN nya dalam batas yang aman.
Pembebasan spontan HCN dari tanaman tergantung pada adanya enzim glukosidase (linamarase) dan air (MONTGOMERY, 1969). Enzim linamarase adalah ekstra-seluler dan mudah mencapai senyawa glukosida sianogenik setelah perusakan fisik sel. Enzim ini akan bekerja pada kondisi dingin dan rusak oleh panas. Enzim linamarase mengalami kerusakan pada suhu 72°C. Proses otohidrolisis dipertinggi jika biomas tanaman direndam dalam air setelah terlebih dahulu dicincang. Perusakan fisik sel (pencincangan) tanpa perendaman akan memperlambat pembebasan sianida.
Dengan pengolahan fermentasi menggunakan kapang Trichoderma terlihat bahwa konsentrasi HCN hampir hilang (0,77 ppm) (Tabel 2), hal ini menunjukkan bahwa kapang Trichoderma mampu dengan sangat efisien mendegradasi/mendetoksikasi asam sianida.
Teknik Perendaman Kulit Singkong
 Kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, setelah melalui proses pengolahan kulit singkong ini dapat diberikan kepada ternak sebagai bahan pakan substitusi dan bahkan dapat dikonsumsi oleh manusia. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15%. Sampah kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena sampah ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami.
 Oleh karena kulit singkong ini dalam keadaan segar masih mengandung Asam Sianida (HCN) yang sangat tinggi (± 459,56 ppm). Berdasarkan pengalaman, salah satu cara penanganan kulit singkong agar kandungan asam sianidanya berkurang atau sampai pada batas aman dikonsumsi ternak (2,5 – 4,5 ppm per kg bobot hidup) yaitu dengan perendaman. Cara perendaman kulit singkong sebagai berikut :
 Bersihkan kulit singkong kemudian potong sesuai kebutuhan (disarankan tidak terlalu besar)
1.        Kulit singkong yang telah di potong kemudian dibersihkan di air yang mengalir agar kandungan racun yang ada dalam singkong terbuang
2.        Setelah dicuci, kulit singkong di rebus ± 15 menit hingga berwarna kecoklatan
3.        Setelah perebusan kulit singkong selanjutnya di cuci kembali
4.        Selanjutnya kulit singkong direndam.
5.        Merendam kulit singkong biasanya antara dua hingga tiga hari, dengan air rendaman diganti tiap harinya. Proses perendaman ini dapat menghilangkan getah pada kulit singkong.
6.        Selanjutnya kulit singkong yang telah direndam ditiriskan dan diangin-anginkan untuk selanjutnya bisa di berikan kepada ternak.
 Tepung Kulit Singkong Untuk Pakan Ternak
Teknik fermentasi dapat menghilangkan HCN dari suatu bahan pakan. Selama ini proses fermentasi sudah banyak digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kandungan nutrisi suatu bahan pakan terutama kandungan proteinnya. juga dapat mengurangi dan menghilangkan HCN. Maka teknik fermentasi adalah salah satu proses yang sangat tepat dalam mengolah kulit singkong sebelum diberikan kepada ternak. Pada prinsipnya teknologi fermentasi ini adalah proses pembiakkan mikroorganisme terpilih pada media kulit singkong dengan kondisi tertentu sehingga mikroorganisme tersebut dapat berkembang dan merubah komposisi kimia media tersebut sehingga menjadi bernilai gizi lebih baik.
 Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan di Balai Penelitian Ternak, fermentasi dilakukan dengan menggunakan Aspergillus niger karena lebih mudah tumbuh pada media dan nilai gizi hasil fermentasinya pun dianggap cukup baik. Fermentasi dengan A. Nigermampu meningkatkan kandungan protein kasar umbi singkong sampai 35%. Selain meningkatkan kandungan protein, fermentasi denganA.niger dapat menekan pertumbuhan mikroba kontaminan. A. niger yang sangat cepat pertumbuhannya, terutama dalam suhu kamar, sehingga mikroba lain tertekan pertumbuhannya.
 Fermentasi pada kulit singkong mengemukakan proses fermentasi tersebut :
1.        Kulit singkong dicuci dengan air bersih untuk dihilangkan kotorannya yang menempel.
2.        Setelah bersih ditiriskan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC selama 24 jam.
3.        Kulit singkong yang telah kering tersebut digiling berbentuk butiran kecil yang bertujuan untuk memperluas permukaan fermentasi.
4.        Kemudian dikukus dengan penambahan lebih dahulu air bersih pada kulit singkong giling dengan perbandingan 1,2 : 1.
5.        Pengukusan dilakukan selama 30 menit dihitung pada saat uap air mulai keluar dari permukaan atas kulit singkong yang dikukus.
6.        Setelah terjadi gelatinisasi dan matang, diangkat lalu didinginkan.
7.        Substrat yang telah dingin tadi diberi urea dan garam mineral dengan perbandingan untuk satu kg kulit singkong matang ditambah 31.25 g (NH4)2SO4, 16,7 g urea, 7,19 g NaPO4.2H2O, 2,08 g MgSO4, 0,63 KCl, 0,31 g ferrosulphat, dan 0,28 g CaCl2.
8.        Setelah urea dan mineral bercampur merata, lalu diinokulasikanlah spora jamur Aspergillus niger pada substrat sebanyak 1 g dengan konsentrasi spora 1012/g.
9.       Kemudian substrat yang telah diberi spora tersebut diletakkan pada wadah persegi empat dari plastik yang berlubang terutama pada bagian dasarnya untuk membuang uap air yang terbentuk selama fermentasi.
10.    Fermentasi dilakukan pada ruangan bersuhu 32 – 33ºC dengan kelembaban 90% selama 3 – 4 hari dimana miselium dari jamur A. nigertelah menyebar merata dan berwarna putih.
11.    Setelah selesai proses fermentasi, produk dipotong-potong dan dikeringkan dalam oven yang bersuhu 60ºC selama 48 jam. Produk yang telah kering tadi, lalu digiling sehingga hasil akhirnya berupa tepung. Komposisi kimia kulit singkong hasil fermentasi oleh jamurAspergillus niger dan tanpa fermentasi .

Sumber : http://indahximmi.blogspot.co.id/2013/04/memanfaatkan-singkong-menjadi.html

0 komentar:

Posting Komentar