Senin, 23 Mei 2016

sejarah kimia dan cabang-cabangnya

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kimia

Akar ilmu kimia dapat dilacak hingga fenomena pembakaran. Api merupakan kekuatan mistik yang mengubah suatu zat menjadi zat lain dan karenanya merupakan perhatian utama umat manusia. Adalah api yang menuntun manusia pada penemuan besi dan gelas. Setelah emas ditemukan dan menjadi logam berharga, banyak orang yang tertarik menemukan metode yang dapat mengubah zat lain menjadi emas. Hal ini menciptakan suatu protosains yang disebut Alkimia. Alkimia dipraktikkan oleh banyak kebudayaan sepanjang sejarah dan sering mengandung campuran filsafat, mistisisme, dan protosains.
Alkimiawan menemukan banyak proses kimia yang menuntun pada pengembangan kimia modern. Seiring berjalannya sejarah, alkimiawan-alkimiawan terkemuka (terutama Abu Musa Jabir bin Hayyan dan Paracelsus) mengembangkan alkimia menjauh dari filsafat dan mistisisme dan mengembangkan pendekatan yang lebih sistematik dan ilmiah. Alkimiawan pertama yang dianggap menerapkan metode ilmiah terhadap alkimia dan membedakan kimia dan alkimia adalah Robert Boyle (1627–1691). Walaupun demikian, kimia seperti yang kita ketahui sekarang diciptakan oleh Antoine Lavoisier dengan hukum kekekalan massanya pada tahun 1783. Penemuan unsur kimia memiliki sejarah yang panjang yang mencapai puncaknya dengan diciptakannya tabel periodik unsur kimia oleh Dmitri Mendeleyev pada tahun 1869.
Penghargaan Nobel dalam Kimia yang diciptakan pada tahun 1901 memberikan gambaran bagus mengenai penemuan kimia selama 100 tahun terakhir. Pada bagian awal abad ke-20, sifat subatomik atom diungkapkan dan ilmu mekanika kuantum mulai menjelaskan sifat fisik ikatan kimia. Pada pertengahan abad ke-20, kimia telah berkembang sampai dapat memahami dan memprediksi aspek-aspek biologi yang melebar ke bidang biokimia.
Industri kimia mewakili suatu aktivitas ekonomi yang penting. Pada tahun 2004, produsen bahan kimia 50 teratas global memiliki penjualan mencapai 587 bilyun dolar AS dengan margin keuntungan 8,1% dan pengeluaran riset dan pengembangan 2,1% dari total penjualan [4].
Cabang ilmu kimia
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/02/Pipetten.JPG/220px-Pipetten.JPG
Pipet laboratorium
Kimia umumnya dibagi menjadi beberapa bidang utama. Terdapat pula beberapa cabang antar-bidang dan cabang-cabang yang lebih khusus dalam kimia.
Lima Cabang Utama[5]:
Cabang - cabang Ilmu Kimia yang merupakan tumpang-tindih satu atau lebih lima cabang utama:

si kuning yang berkekuatan listrik





Cara Membuat Energi Alternatif Dari Sebuah Kulit Pisang

Energi alternatif adalah sebuah sumber energi yang dibuat tanpa menggunakan bahan bakar minyak dan sejenisnya. Ada banyak cara membuat energi alternatif dan juga bahan yang sangat mudah didapat. Karena kemudahan inilah yang membuat sebuah sumber energi bisa disebut dengan sumber energi alternatif.
Salah satu bahan yang bisa dijadikan sumber energi alternatif adalah kulit pisang. Mungkin ini adalah satu hal baru akan tetapi kulit pisang ini sudah diteliti dan diuji. Dimana kulit pisang ini ternyata mampu untuk menghasilkan elektron yang bisa menghasilkan tenaga listrik.

Cara Membuat Energi Alternatif dari Tumbuhan
Untuk cara membuat energi alternatif menggunakan kulit pisang ini cukup dengan membuatnya menjadi sebuah baterai kering. Pada sebuah baterai kering berbahan kulit pisang ini memiliki rataan elektrolit sebesar 1,24 volt. Dan jika digunakan untuk menghidupkan sebuah jam dinding bisa bertahan selama 135 jam atau 5 hari 6 jam. Pada dasarnya konstruksi dari baterai berbahan kulit pisang ini sama dengan baterai lainnya. Perbedaannya pada elektron positifnya uang berupa kalium pada untuk kutub positif. Sedangkan untuk negatifnya menggunakan klorida.
Pada reaksi yang terjadi antara potassium dengan garam akan membentuk sebuah kalium klorida. Dimana kalium klorida ini adalah sebuah elektrolit kuat yang bisa menjadi ion dan menghantarkan sebuah arus listrik. Selain itu, dalam cara membuat energi alternatif menjadi baterai juga terdapat sebuah kandungan magnesium dan juga seng.
Magnesium ini juga bisa melakukan reaksi dengan klorida sehingga bisa menghasilkan sebuah elektrolit yang kuat. Jumlah magnesium dalam kulit pisang sendiri jumlahnya hanya 14 % dari keseluruhan kandungan pisang. Akan tetapi jumlah ini sudah cukup untuk menjadikan baterai kulit pisang.
Kandungan seng pada pisang juga masuk dalam elektrolit yang baik. Pada baterai kulit pisang ini seng berfungsi sebagai elektron positif yang sangat baik. Akan tetapi kandungan seng pada kulit pisang ini terbilang kecil yang hanya berkisar 2 %. Jadi pada baterai kulit pisang ini zat yang paling berperan adalah potassium yang kemudian melakukan reaksi dengan garam. Baterai kulit pisang ini juga terbilang cukup awet maksimal 6 hari. Hanya beda satu hari dari baterai konvensional biasa. Tentu tidak terlalu mengecewakan untuk hasilnya.

caranya siapkan terdahulu bahan dan alat-alatnya
Bahan :
  1. Kulit pisang ambon atau pisang susu
  2. Baterai bekas
Alat :
  1. Pisau
  2. Latex 
  3. Masker
  4. Tang
  5. Voltmeter dengan tegangan kecil 
  1. Siapkan semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan secara lengkap. Gunakan latex dan masker sebelum melakukan percobaan.
  2. Potong kulit pisang menjadi sekecil mungkin 
  3. Buka tutup baterai (+) menggunakan tang, hati-hati BATANG KARBON jangan sampai patah. 
  4. Keluarkan semua isi karbon, pembatas antara positif dan negative jangan sampai robek atau rusak 
  5. Masukan kulit pisang yang sudah di potong-potong dan tutup kembali tutup baterai dengan rapi
  6. Cek aliran listrik pada baterai dari kulit pisang menggunakan voltmeter.
  7. Jika bergerak menunjukan adanya aliran listrik pada baterai maka percobaan anda BERHASIL. 
  8. Untuk lebih memastikan ada atau tidak nya aliran listrik pada baterai, gunakan tester lampu kecil.
 SUMBER : http://lutvi-oktavian.blogspot.co.id/
                     benergi.com/cara-membuat-energi-alternatif-dari-sebuah-kulit-pisang

Minggu, 22 Mei 2016

Toksikologi Bahan Kimia

Kita pasti sudah sering mendengar kata toksik atau dalam bahasa yang umum adalah beracun, sementara toksikologi adalah studi mengenai efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Klasifikasi bahan toksik dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari minat dan tujuan pengelompokkannya.  Sebagai contoh pengklasifikasian dapat dilakukan berdasarkan:
  • Organ targetnya : Hati, Ginjal, Sistem hermatopotik, dll.
  • Penggunaanya: Pestisida, Pelarut, Aditif, dll.
  • Sumbernya: Toksik tumbuhan dan binatang.
  • Efeknya: Kanker, Mutasi, Kerusakkan hati, dll.
  • Fisiknya: Gas, Debu, Cair, Aerosol.
  • Sifatnya: Mudah meledak, Korosif, Iritasi, dll
  • Kandungan kimianya: Amina aromatik, Hydrokarbon, Halogen, dll.
Efek toksik dalam sistem biologis tidak akan terjadi jika bahan kimia tersebut tidak mencapai tempat yang sesuai didalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Terjadi tidaknya respons toksik tergantung pada sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut, situasi paparan, dan kerentanan sistem biologis dari subjek. Oleh karena itu untuk mengetahui karakteristik lengkap tentang bahaya potensial dan toksisitas dari suatu bahan kimia tertentu, maka perlu diketahui tidak hanya efek-efek dan dosis yang diperlukan untuk mengahsilkan efek tersebut, tetapi juga informasi mengenai sifat bahan kimianya sendiri, pemaparannya, dan subjeknya. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk (route of entry) kedalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Ada 3 jalur utama bahan toksik masuk kedalam tubuh manusia yaitu melalui saluran pencernaan atau makanan (gastro intestinal), jalur pernapasan (inhalasi) dan melalui kulit (topikal). Bahan toksik masuk kedalam saluran pencernaan umunya melalui makanan atau minuman dan kemudian diserap didalam lambung. Bahan toksik yang masuk melalui saluran pernapasan menuju paru-paru akan diserap oleh alveoli paru-paru. Pada umumnya kulit lebih impermeabel dan karenanya merupakan barier (penghalang) yang baik bagi bahan toksik masuk kedalam tubuh. Namun beberapa bahan kimia dapat diserap oleh kulit dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan efek sistemik. Suatu zat kimia dapat diserap lewat folikel rambut atau lewat sel-sel kelenjar keringat. Setelah bahan toksik tersebut diserap dan masuk kedalam darah, kemudian didistribusikan keseluruh tubuh dengan cepat. Namun demikian sebagian bahan toksik dapat dikeluarkan oleh mekanisme tubuh secara alami melalui urine, empedu dan paru-paru. Dan sebagian lagi bisa mengalam biotransformasi dan bioaktivasi. Yang lebih berbahaya adalah jika terjadi proses bioaktivasi dimana bahan toksik diubah menjadi bahan yang lebih toksik oleh metabolisme tubuh.


Karakteristik pemaparan dan spectrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal sebagai hubungan dosis-respons. Respons timbul karena adanya bahan kimia yang diberikan dan respons berhubungan dengan dosis. Dalam penggunaan dosis-respon harus ada metode kuantitatif untuk mengukur secara tepat toksisitas dari suatu bahan kimia. Dosis-respons dinyatakan dengan suatu indek Lethal Dosis (LD50) dan Lethal Concentration (LC50). LD50 adalah dosis tunggal dari suatu zat yang secara statistik diharapkan dapat menyebabkan kematian sebanyak 50% dari binatang percobaan selama 14 hari paparan. Sebagai contoh LD50 dari Acrylamid adalah 124 ppm, artinya pada konsentrasi 124 ppm 50% dari binatang percobaan mati selama masa percobaan 14 hari. Secara lebih spesifik OSHA mendefiniskan LD50 dan LC50 sebagai berikut:
  • LD50 means lethal dose expressed in mg/kg body mass, which is likely to cause death within 14 days for 50% of the tested animals,administrated by mouth or bare skin.
  • LC50 means the lethal concentration expressed in mg/L or mL/m3, which is likely to cause death within 14 days for 50% of the tested animals, administrated by inhalation of dusts or mists or vapour.
Efek dari keracunan bisa bersifat akut dan kronik. Efek akut adalah efek yang segera muncul pada saat terpapar atau terkena bahan toksit, dan akan hilang setelah paparan bahan kimia beracun tersebut dihilangkan. Contoh bahan kimia yang dapat menimbulkan efek akut adalah Ammonia, apabila terhirup uap ammonia maka sekita kita akan merasa mual dan pusing, akan tetapi pada konsentrasi tinggi dapat merusak paru-paru. Bahan kimia yang bersifat kronik misalnya adalah asbestos, paparan terhadap debu asbes tidak segera menyebabkan kerusakan pada paru-paru, akan tetapi apabila terpapar dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kanker paru-paru. Karbon monoksida (CO) dapat mengakibatkan efek akut dan kronis, apabila terhirup gas CO maka kepala akan pusing dan terasa mual, namun dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakkan pada paru-paru. Efek toksik juga bisa bersifat reversible atau ireversibel. Efek reversible artinya efek yang dapat hilang dengan sendirinya. Efek irreversible adalah efek yang akan menetap atau bertambah. Efek irreversible diantaranya adalah karsinoma, mutasi, kerusakan syaraf dan sirosis hati. Efek reversible terjadi apabila terpapar dengan konsentrasi yang rendah atau jangka waktu tidak lama, efek ireversibel bisa terjadi apabila terpapar dengan konsentrasi yang tinggi dan waktu yang lama.
Untuk menghindari agar tidak keracunan adalah dengan tidak menggunakan bahan beracun atau tidak kontak dengan bahan beracun. Namun dalam dunia industri tentu saja hal itu sulit dilakukan, karena kita memerlukan bahan-bahan kimia didalam proses produksi sehari-hari, artinya hampir setiap hari kita bergelut dengan bahan kimia yang sebagian besar beracun. Dalam situasi seperti ini, dimana kita tidak bisa menghindari menggunakan bahan-bahan kimia beracun, maka yang harus kita lakukan adalah:
  1. Mengenal bahan kimia yang kita gunakan dengan baik. Kenalilah sifat-sifat kimia terutama sifat toksik dari bahan yang kita gunakan sehingga kita tahu efek yang dapat ditimbulkannya.
  2. Mengetahui cara penanganan dan penggunaanya secara baik untuk menghindari paparan yang tidak perlu.
  3. Usahakan seminimal mungkin untuk kontak atau terpapar terhadap bahan kimia beracun tersebut. Hati-hati jika pada bahan kimia cair yang mudah menguap, jangan berasumsi bahwa semua cairan tidak mengguap, salah satu indikator bahwa bahan kimia cair menguap adalah adanya bau yang ditimbulkan, namun tidak semua uap kimia berbau.
  4. Gunakan alat pelindung diri (APD) yang tepat dalam menangani bahan kimia beracun. Jika bekerja dengan bahan kimia cair maka gunakan safety glove yang sesuai dan safety glases jika diperlukan. Jika bekerja dengan bahan kimia berupa gas atau uap maka gunakan respirator yang dapat melindungi dari uap atau gas kimia.
  5. Kenali cara penanganan jika terjadi tumpahan atau kebocoran bahan kimia beracun tersebut.
  6. Pelajari tindakan pertolongan pertama (first aids) jika terjadi kecelakaan keracunan pada saat bekerja.
  7. Konsultasikan kesehatan anda dengan Dokter jika ada gejala-gejala keracunan yang anda rasakan.
 Sumber : http://sentraltraining.com/toksikologi-bahan-kimia/