Misteri `Emas Putih` Bahan Bom Perang Dunia I di Gurun Atacama
Demam nitrat yang sering disebut dengan 'emas putih' pernah terjadi dari Atacama. Salah satunya, digunakan menjadi bahan bom yang dijatuhkan Eropa dalam Perang Dunia I. Sebaliknya, yodium yang terkandung didalamnya membantu meningkatkan IQ manusia.
Tambang nitrat di Atacama ditutup pada 1930-an. Hingga kini, asal usul timbunan mineral raksasa tersebut terus jadi misteri. Apalagi ia berada di permukaan. Bersinar putih saat terpanggang matahari di permukaan gurun, Nitrat di Atacama tak seperti yang ada di tempat lain di dunia.
"Deposit seperti itu aneh dari perspektif geologi, seharusnya tidak ada di sana," kata Martin Reich, ahli geokimia dari Universidad de Chile, Santiago, seperti dimuat situs sains LiveScience, 6 Februari 2014. "Deposit raksasa nitrat di Gurun Atacama adalah satu yang luar biasa sekaligus misterius di Bumi."
Kini, Reich dan para koleganya yang berasal dari banyak negara mengklaim, mereka telah memecahkan misteri tersebut. Berkat analisis kimia mendalam terhadap jejak tidak biasa bahan kimia dalam nitrat. Temuan mereka dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Geology.
Tambang 'Emas Putih' Terbesar
Kandungan nitrat di Atacama berupa sabuk raksasa yang hampir tak putus hingga pedalaman Chili Coast Ranges - pegunungan yang menandai batas barat gurun.
Keberadaan Coast Ranges, dikombinasikan dengan banyak faktor terkait lain: tekanan tinggi atmosfer di punggung lepas pantai selatan Amerika Latin, sistem cuaca di blok Samudera Pasifik yang membawa hujan ke padang gurun. Sementara, di timur menjulang Pegunungan Andes -- gunung-gunung tinggi yang menguras kelembaban yang masuk dari Amazon. Menghalangi hujan.
Sabuk nitrat itu memiliki panjang 700 kilometer, lebar 20 km. Mineral di sana berupa deposit garing di permukaan yang disebut caliche, juga ditemukan tertanam di pembuluh retakan batuan dasar.
Selama beberapa dekade, fenomena nitrat di permukaan Atacama dijelaskan dengan sederhana, yakni penguapan selama jutaan tahun membuat nitrat terkonsentrasi dekat permukaan gurun. Mineral terbawa cipratan air laut yang menciptakan kabut atau hujan selama pergeseran iklim yang menghasilkan periode basah yang berumur pendek.
Namun, Reich dan para koleganya menemukan cerita yang kebih rumit. Kerja mereka didasarkan pada analisis isotop dari yodium dan kromium dalam nitrat. Isotop berperilaku sebagai sidik jari geokimia -- mengungkap apakah unsur kimia berasal dari hujan, air laut, atau sumber air lain.
Ternyata bahwa baik yodium dan kromium berasal dari sumber yang tidak biasa: air tanah yang tua dan dalam.
"Hasil yang kami temukan menunjukkan, yodium dalam nitrat tidak datang dari atmosfer, seperti kabut laut atau cipratan laut, namun (air tersebut) usianya sangat tua, tersuling dan diangkut dari batuan sedimen laut," kata Reich.
Isotop kromium di Atacama juga memiliki sidik jari yang unik -- mirip dengan yang ada di Gurun Mojave -- yang menunjukkan bahwa nitrat terbentuk dari air tanah.
Berdasarkan hal tersebut, ditambah petunjuk kimiawi lain, Reich dan timnya mengaitkan kemunculan nitrat dengan munculnya pegunungan Chile dan pengeringan padang pasir.
"Formasi dan awetnya deposito tersebut dipicu oleh meningkatnya level kekeringan dan kenaikan tektonik Andes," kata Reich.
20 Juta Tahun Lalu
Semua berawal lebih dari 20 juta tahun lalu, saat hujan dan salju membilas yodium dan kromium dari laut dan batuan vulkanik di dataran tinggi Andes. Bersama dengan zat kimia lain -- nitrogen dan sulfur -- lalu tersapu ke lokasi Atacama saat ini. Oleh air tanah. Iklim di Chile saat itu lebih hangat dan basah.
Antara 20 juta dan 10 juta tahun yang lalu, baik Pegunungan Andes dan Ranges Coast bertambah tinggi dan iklim pun bergeser. Curah hujan di Gurun Atacama menurun drastis, sampai begitu rendah sehingga bahkan tak terukur di bagian terkeringnya.
Peneliti beranggapan, perubahan elevasi, juga kesenjangan antara Andes basah dan gurun kering, mendorong air tanah ke barat. Sementara, Coast Ranges bertindak sebagai penghalang kedap air, yang memaksa air tanah naik dan menguap, meninggalkan yodium, kromium, dan nitrat di dekat permukaan.
Pada saat yang bersamaan, semprotan air laut dan kabut juga menjatuhkan sejumlah kecil nitrat dan mineral lainnya, merangkai unsur kimia kompleks yang ditemukan saat ini.
Reich berharap, ia dan timnya bisa melacak air bawah tanah kuno itu kembali ke sumbernya. "Aliran melewati banyak deposito tembaga, sehingga melacak konsentrasi logam dalam nitrat bisa dijadikan sebagai media untuk menemukan deposit bijih tersembunyi," kata Reich. (Ein/Ali)
Sekian artikel kimia pada kesempatan kali ini. Semakin banyak kita membaca, maka semakin banyak pula wawasan pengetahuan kita....
Sumber : http://news.liputan6.com/read/820317/misteri-emas-putih-bahan-bom-perang-dunia-i-di-gurun-atacama
0 komentar:
Posting Komentar