Pengalaman peternak
Cipambuan-Sukabumi, pemberian kulit singkong oleh peternak secara langsung
dicampur dengan rumput atau diberikan setelah kambing/domba diberi makan
rumput. Lain lagi dengan peternak Bojongkembar-Bogor yaitu dengan mencacahnya
terlebih dulu kemudian dilayukan sebelum diberikan ke ternak. Berdasarkan
praktek tersebut, diketahui bahwa tingkat kematian ternak akibat keracunan
lebih besar kejadiannya di Desa Bojongkembar.
Kulit singkong yang berpotensi sebagai pakan
ternak mengandung asam sianida. Konsentrasi glukosida sianogenik di kulit umbi
bisa 5 sampai 10 kali lebih besar dari pada umbinya. Sifat racun pada biomass
ketela pohon (termasuk kulitnya umbinya) terjadi akibat terbebasnya HCN dari
glukosida sianogenik yang dikandungnya. Total kandungan sianida pada kulit
singkong berkisar antara 150 sampai 360 mg HCN per kg berat segar. Namun
kandungan sianida ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh varietas tanaman
singkongnya.
Dilaporkan bahwa ternak domba
mampu mentoleransi asam sianida pada konsentrasi 2,5 – 4,5 ppm per kg bobot
hidup. Sedangkan TWEYONGYERE dan KATONGOLE (2002), melaporkan bahwa konsentrasi
asam sianida yang aman dari pengaruh toksik adalah dibawah 30 ppm. Hasil
analisa kandungan HCN pada kulit singkong yang diambil dari Desa Cipambuan dan
Bojongkembar adalah 459,56 ppm (Tabel 2). Tingginya kandungan asam sianida
dalam kulit singkong ini dapat menimbulkan keracunan jika dikonsumsi oleh
ternak (domba/kambing).
Informasi dari hasil penelitian Optimalisasi
Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong Menjadi Pakan Ternak Dalam Rangka
Memberdayakan Pelaku Usaha Enye-Enye oleh Vyta W. Hanifah, D. Yulistiani Dan
S.A A. Asmarasari di Desa Cipambuan dan Bojongkembar. Pada percobaan ini
dilakukan proses pengolahan kulit singkong diantaranya:
1. Perendaman: dilakukan dengan cara
memasukkan kulit singkong yang sudah dipotong kecil-kecil ke dalam ember yang
kemudian diisi air sampai kulit singkong terendam dan dibiarkan semalaman (16
jam).
2. Pengukusan: dilakukan dengan membersihkan
kulit singkong dari tanah yang melekat (dicuci) kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya
dikukus dalam panci yang ada saranganya yang berisi air dan didihkan selama 15
menit.
3. Dicampur dengan urea 3% BK:
Kulit singkong dicuci kemudian dipotong kecil-kecil selanjutnya dicampur dengan
urea dengan konsentrasi 3% dari berat kering. Kemudian campuran terbut
dimasukkan ke dalam plastik disimpan dalam kondisi kedap udara selama 1 minggu.
4. Fermentasi: dilakukan dengan cara kulit
singkong yang sudah dicuci kemudian diiris kecil-kecil yang selanjutnya dikukus
dalam panci yang berisi air mendidih selama 15 menit, setelah itu diangkat
kemudian ditebar dalam nampan sampai dingin. Setelah dingin kulit singkong ini
diinokulasi dengan menggunakan kapang Trichoderma resii, kemudian ditutup
dengan nampan diatasnya dan dibiarkan selama 4 hari.
Hasil percobaan perlakuan
terhadap kulit singkong dapat dilihat dari Tabel 1 bahwa kulit singkong yang
tidak diolah mempunyai kandungan HCN yang sangat tinggi (459,56 ppm).
Dengan berbagai proses pengolahan yang
dilakukan pada percobaan ini terlihat bahwa kandungan HCN dapat turun secara
drastis dan konsentrasi masih dibawah ambang toleransi, seperti proses
fermentasi yang dapat menurunkan kadar HCN hampir hilang (0,77 ppm). Bahkan
dengan proses yang paling sederhana dengan perendaman, kandungan HCN nya dalam
batas yang aman.
Pembebasan spontan HCN dari
tanaman tergantung pada adanya enzim glukosidase (linamarase) dan air
(MONTGOMERY, 1969). Enzim linamarase adalah ekstra-seluler dan mudah mencapai
senyawa glukosida sianogenik setelah perusakan fisik sel. Enzim ini akan
bekerja pada kondisi dingin dan rusak oleh panas. Enzim linamarase mengalami
kerusakan pada suhu 72°C. Proses otohidrolisis dipertinggi jika biomas tanaman
direndam dalam air setelah terlebih dahulu dicincang. Perusakan fisik sel
(pencincangan) tanpa perendaman akan memperlambat pembebasan sianida.
Dengan pengolahan fermentasi
menggunakan kapang Trichoderma terlihat bahwa konsentrasi HCN hampir hilang
(0,77 ppm) (Tabel 2), hal ini menunjukkan bahwa kapang Trichoderma mampu dengan
sangat efisien mendegradasi/mendetoksikasi asam sianida.
Teknik Perendaman Kulit Singkong
Kulit singkong memiliki kandungan karbohidrat
yang tinggi, setelah melalui proses pengolahan kulit singkong ini dapat
diberikan kepada ternak sebagai bahan pakan substitusi dan bahkan dapat
dikonsumsi oleh manusia. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar
0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar
8-15%. Sampah kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena
sampah ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami.
Oleh karena kulit singkong ini dalam keadaan
segar masih mengandung Asam Sianida (HCN) yang sangat tinggi (± 459,56 ppm).
Berdasarkan pengalaman, salah satu cara penanganan kulit singkong agar
kandungan asam sianidanya berkurang atau sampai pada batas aman dikonsumsi
ternak (2,5 – 4,5 ppm per kg bobot hidup) yaitu dengan perendaman. Cara
perendaman kulit singkong sebagai berikut :
Bersihkan kulit singkong kemudian potong
sesuai kebutuhan (disarankan tidak terlalu besar)
1.
Kulit
singkong yang telah di potong kemudian dibersihkan di air yang mengalir agar
kandungan racun yang ada dalam singkong terbuang
2.
Setelah
dicuci, kulit singkong di rebus ± 15 menit hingga berwarna kecoklatan
3.
Setelah
perebusan kulit singkong selanjutnya di cuci kembali
4.
Selanjutnya kulit singkong direndam.
5.
Merendam
kulit singkong biasanya antara dua hingga tiga hari, dengan air rendaman
diganti tiap harinya. Proses perendaman ini dapat menghilangkan getah pada
kulit singkong.
6.
Selanjutnya kulit singkong yang telah direndam
ditiriskan dan diangin-anginkan untuk selanjutnya bisa di berikan kepada
ternak.
Tepung Kulit Singkong Untuk Pakan Ternak
Teknik fermentasi dapat
menghilangkan HCN dari suatu bahan pakan. Selama ini proses fermentasi sudah banyak
digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kandungan nutrisi suatu bahan pakan
terutama kandungan proteinnya. juga dapat mengurangi dan menghilangkan HCN.
Maka teknik fermentasi adalah salah satu proses yang sangat tepat dalam
mengolah kulit singkong sebelum diberikan kepada ternak. Pada prinsipnya
teknologi fermentasi ini adalah proses pembiakkan mikroorganisme terpilih pada
media kulit singkong dengan kondisi tertentu sehingga mikroorganisme tersebut
dapat berkembang dan merubah komposisi kimia media tersebut sehingga menjadi
bernilai gizi lebih baik.
Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan
di Balai Penelitian Ternak, fermentasi dilakukan dengan menggunakan Aspergillus
niger karena lebih mudah tumbuh pada media dan nilai gizi hasil fermentasinya
pun dianggap cukup baik. Fermentasi dengan A. Nigermampu meningkatkan kandungan
protein kasar umbi singkong sampai 35%. Selain meningkatkan kandungan protein,
fermentasi denganA.niger dapat menekan pertumbuhan mikroba kontaminan. A. niger
yang sangat cepat pertumbuhannya, terutama dalam suhu kamar, sehingga mikroba
lain tertekan pertumbuhannya.
Fermentasi pada kulit singkong mengemukakan
proses fermentasi tersebut :
1.
Kulit
singkong dicuci dengan air bersih untuk dihilangkan kotorannya yang menempel.
2.
Setelah
bersih ditiriskan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC selama 24 jam.
3.
Kulit
singkong yang telah kering tersebut digiling berbentuk butiran kecil yang
bertujuan untuk memperluas permukaan fermentasi.
4.
Kemudian
dikukus dengan penambahan lebih dahulu air bersih pada kulit singkong giling
dengan perbandingan 1,2 : 1.
5.
Pengukusan dilakukan selama 30 menit dihitung
pada saat uap air mulai keluar dari permukaan atas kulit singkong yang dikukus.
6.
Setelah
terjadi gelatinisasi dan matang, diangkat lalu didinginkan.
7.
Substrat
yang telah dingin tadi diberi urea dan garam mineral dengan perbandingan untuk
satu kg kulit singkong matang ditambah 31.25 g (NH4)2SO4, 16,7 g urea, 7,19 g
NaPO4.2H2O, 2,08 g MgSO4, 0,63 KCl, 0,31 g ferrosulphat, dan 0,28 g CaCl2.
8.
Setelah
urea dan mineral bercampur merata, lalu diinokulasikanlah spora jamur
Aspergillus niger pada substrat sebanyak 1 g dengan konsentrasi spora 1012/g.
9.
Kemudian substrat yang telah diberi spora
tersebut diletakkan pada wadah persegi empat dari plastik yang berlubang
terutama pada bagian dasarnya untuk membuang uap air yang terbentuk selama
fermentasi.
10.
Fermentasi dilakukan pada ruangan bersuhu 32 –
33ºC dengan kelembaban 90% selama 3 – 4 hari dimana miselium dari jamur A.
nigertelah menyebar merata dan berwarna putih.
11.
Setelah
selesai proses fermentasi, produk dipotong-potong dan dikeringkan dalam oven
yang bersuhu 60ºC selama 48 jam. Produk yang telah kering tadi, lalu digiling
sehingga hasil akhirnya berupa tepung. Komposisi kimia kulit singkong hasil
fermentasi oleh jamurAspergillus niger dan tanpa fermentasi .
Sumber : http://indahximmi.blogspot.co.id/2013/04/memanfaatkan-singkong-menjadi.html