Pada pertemuan ke - 14, mahasiswa dan mahasiswi TMTK - B mempelajari suatu ilmu yaitu senyawa kimia yang terkandung dalam obat, bersama dengan guru kimia handalnya yaitu Mr. Azmi Azhari M.Si. pada pertemuan tersebut banyak sekali yang bisa mereka dapatkan mulai dari jenis jenis obat berdasarkan penyakitnya, contoh contoh kandungan obat, mekanisme kerja suatu obat dan masih banyak lagi.
Pada pertemuan tersebut juga telah disinggung
mengenai KEMOTERAPI, suatu terapi yang digunakan untuk melawan penyakit
kanker. Oleh karena itu, penulis ingin membawakan sedikit informasi siapakah
orang yang pertama kali mempelopori maupun pencetus adanya kemoterapi.
KARENA MEMANG HINGGA saat ini belum ada obat
kanker yang benar-benar bisa diandalkan. Kendati demikian, para ilmuwan tidak
pernah menyerah terus melakukan penelitian dan percobaan. Salah satu cara
pengobatan kanker yang selama ini banyak dilakukan para dokter adalah dengan
kemoterapi.
Kendati efek sampingnya cukup membuat pasien
merasa menderita, banyak yang berhasil sembuh dari penyakit kanker setelah
menjalani kemoterapi. Tak salah jika kita mengenal lebih dekat dengan orang
yang pertama kali menemukan kemoterapi. Ia adalah Paul Ehrlich, dokter
berkebangsaan Jerman. Selain dikenal lewat penemuan kemoterapi, Ehrlich juga
dikenal sebagai ahli bakteriologi dan bapak imunologi, hematologi, dan
kemoterapi. Dia juga menemukan merah tripan (zat warna yang dapat membunuh
tripanosoma, hewan bersel satu yang menyebabkan penyakit tidur) dan salvarsan
(arsfenamina). Salvarsan dan neosalvarsan adalah obat pertama untuk penyakit
sifilis.
Ehrlich lahir di Strehlen, Silesia (Strzelin,
Polandia), pada tanggal 14 Maret 1854 dan meninggal 20 Agustus 1915 (pada umur
61) di Homburg, Prusia.
Ia berasal dari keluarga kurang mampu. Orang
tuanya keturunan Yahudi yang mencari nafkah dengan membuka warung. Yang unik
dari perjalanan hidupnya adalah prestasi Ehrlich di sekolah tidaklah menonjol,
bahkan tergolong rendah. Nilai rapornya pun terbilang buruk. Hanya nilai bahasa
Latin dan matematika yang cukup tinggi. Bahkan, ia sebenarnya tidak memenuhi
syarat untuk melanjut ke perguruan tinggi.
Karena merasa kasihan, gurunya terpaksa
mengatrol nilai-nilai pada rapor Ehrlich agar ia dapat diterima di perguruan
tinggi. Di universitas pun prestasinya tergolong buruk. Namun, Ehrlich termasuk
orang yang gigih. Dengan susah payah, bahkan berpindah-pindah kuliah di
Universitas Breslau, Strasbourg, Freiburg dan Leipzig, akhirnya ia berhasil
meraih gelar doktor pada umur 24 tahun (1878) dengan tesis bertajuk “Sumbangan
untuk Teori dan Praktik Mewarnai Jaringan”.
Prestasi kuliahnya yang jelek sebenarnya
bukanlah karena ia bodoh, tetapi lebih disebabkan kurangnya waktu untuk
belajar. Waktunya banyak tersita kegemarannya mencoba bermacam-macam zat warna
untuk mewarnai jaringan tubuh yang masih hidup. Di benaknya bergelora cita-cita
untuk menemukan sesuatu yang dapat membunuh bibit-bibit penyakit di dalam tubuh
manusia tanpa merusak jaringan tubuh. Bahkan, saking jorjorannya bekerja di
laboratorium, Ehrlich sempat terserang penyakit tuberkulosis (TBC).
Ehrlich berkeyakinan, bibit penyakit tertentu
hanya menyerap zat warna (kimia) tertentu yang bila bibit penyakit itu menyerap
zat kimia tertentu lain, bibit penyakit itu akan mati. Pengobatan dengan zat kimia
yang disebut kemoterapi inilah salah satu temuannya.
Di Breslau, Ehrlich bekerja di laboratorium
sepupunya, Carl Weigert, seorang patolog yang merintis penggunaan bahan celup
anilina sebagai zat warna biologis. Ehrlich tertarik dalam selektivitas bahan
celup untuk organ, jaringan, dan sel spesifik, dan ia meneruskan penelitiannya
di Rumah Sakit Amal di Berlin.
Setelah menyaksikan bahwa bahan celup bereaksi
secara spesifik dengan bermacam komponen sel darah dan sel jaringan lainnya, ia
mulai menguji bahan celup itu untuk sifat terapi untuk menentukan apakah bahan
celup itu akan membunuh mikroba patogen.
Setelah pergulatannya sendiri dengan TBC dan
perawatannya yang kemudian dengan terapi tuberkulin Heinrich Hermann Robert
Koch, Ehrlich memusatkan perhatiannya pada toksin dan antitoksin bakteri.
Pertama ia bekerja di laboratorium swasta yang kecil. Namun, karena mutu
kerjanya diakui Robert Koch dll., ia bisa memimpin sumber lebih banyak dan
lebih baik-akhirnya Institut Serum Negeri di Frankfurt.
Di Frankfurt ia terus mencari agen kimia
lainnya untuk digunakan melawan penyakit. Ia berkolaborasi dengan kerja kimia
Casella yang berdekatan, yang mendanai contoh senyawa kimia baru yang
diproduksi di laboratotiumnya buatnya untuk menguji kegiatan biologis. Pada 1906
Georg-Speyer-Haus, sebuah lembaga penelitian untuk kemoterapi, didirikan dengan
stafnya sendiri di bawah arahan Ehrlich. Sebagian program riset itu dipandu
teori Ehrlich bahwa kemampuan molekul obat pembasmi kuman penyakit bergantung
pada strukturnya, khususnya sisi rantainya, yang bisa berikatan pada organisme
yang menyebabkan penyakit.
Produk paling berhasil dari penyelidikan ini
ialah Salvarsan (1909-1910) dihidroksidiaminoarsenobenzenadihidroklorida-dan
Neosalvarsan (1912), obat paling efektif untuk mengobati sifilis hingga
ditemukannya antibiotik pada 1940-an.
Ia kemudian menjadi salah seorang ilmuwan, yang
mempersembahkan penemuannya untuk kepentingan umum dan kemanusiaan. Ia tidak
mengaitkan penemuannya dengan uang. Tak heran jika kemudian ia dianugerahi
Hadiah Nobel bidang kedokteran dan fisiologi untuk kerjanya dalam imunisasi
(1908). Ehrlich meninggal di Homburg, Prusia, 20 Agustus 1915.
Sumber
Pikiranrakyat.com
0 komentar:
Posting Komentar