Rabu, 04 Mei 2016

PAUL EHRLICH (1854-1915), Bapak Imunologi Penemu Kemoterapi



Pada pertemuan ke - 14, mahasiswa dan mahasiswi TMTK - B mempelajari suatu ilmu yaitu senyawa kimia yang terkandung dalam obat, bersama dengan guru kimia handalnya yaitu Mr. Azmi Azhari M.Si. pada pertemuan tersebut banyak sekali yang bisa mereka dapatkan mulai dari jenis jenis obat berdasarkan penyakitnya, contoh contoh kandungan obat, mekanisme kerja suatu obat dan masih banyak lagi. 
Pada pertemuan tersebut juga telah disinggung mengenai KEMOTERAPI, suatu terapi yang digunakan untuk melawan penyakit kanker. Oleh karena itu, penulis ingin membawakan sedikit informasi siapakah orang yang pertama kali mempelopori maupun pencetus adanya kemoterapi.
KARENA MEMANG HINGGA saat ini belum ada obat kanker yang benar-benar bisa diandalkan. Kendati demikian, para ilmuwan tidak pernah menyerah terus melakukan penelitian dan percobaan. Salah satu cara pengobatan kanker yang selama ini banyak dilakukan para dokter adalah dengan kemoterapi.
Kendati efek sampingnya cukup membuat pasien merasa menderita, banyak yang berhasil sembuh dari penyakit kanker setelah menjalani kemoterapi. Tak salah jika kita mengenal lebih dekat dengan orang yang pertama kali menemukan kemoterapi. Ia adalah Paul Ehrlich, dokter berkebangsaan Jerman. Selain dikenal lewat penemuan kemoterapi, Ehrlich juga dikenal sebagai ahli bakteriologi dan bapak imunologi, hematologi, dan kemoterapi. Dia juga menemukan merah tripan (zat warna yang dapat membunuh tripanosoma, hewan bersel satu yang menyebabkan penyakit tidur) dan salvarsan (arsfenamina). Salvarsan dan neosalvarsan adalah obat pertama untuk penyakit sifilis.
Ehrlich lahir di Strehlen, Silesia (Strzelin, Polandia), pada tanggal 14 Maret 1854 dan meninggal 20 Agustus 1915 (pada umur 61) di Homburg, Prusia.
Ia berasal dari keluarga kurang mampu. Orang tuanya keturunan Yahudi yang mencari nafkah dengan membuka warung. Yang unik dari perjalanan hidupnya adalah prestasi Ehrlich di sekolah tidaklah menonjol, bahkan tergolong rendah. Nilai rapornya pun terbilang buruk. Hanya nilai bahasa Latin dan matematika yang cukup tinggi. Bahkan, ia sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk melanjut ke perguruan tinggi.
Karena merasa kasihan, gurunya terpaksa mengatrol nilai-nilai pada rapor Ehrlich agar ia dapat diterima di perguruan tinggi. Di universitas pun prestasinya tergolong buruk. Namun, Ehrlich termasuk orang yang gigih. Dengan susah payah, bahkan berpindah-pindah kuliah di Universitas Breslau, Strasbourg, Freiburg dan Leipzig, akhirnya ia berhasil meraih gelar doktor pada umur 24 tahun (1878) dengan tesis bertajuk “Sumbangan untuk Teori dan Praktik Mewarnai Jaringan”.
Prestasi kuliahnya yang jelek sebenarnya bukanlah karena ia bodoh, tetapi lebih disebabkan kurangnya waktu untuk belajar. Waktunya banyak tersita kegemarannya mencoba bermacam-macam zat warna untuk mewarnai jaringan tubuh yang masih hidup. Di benaknya bergelora cita-cita untuk menemukan sesuatu yang dapat membunuh bibit-bibit penyakit di dalam tubuh manusia tanpa merusak jaringan tubuh. Bahkan, saking jorjorannya bekerja di laboratorium, Ehrlich sempat terserang penyakit tuberkulosis (TBC).
Ehrlich berkeyakinan, bibit penyakit tertentu hanya menyerap zat warna (kimia) tertentu yang bila bibit penyakit itu menyerap zat kimia tertentu lain, bibit penyakit itu akan mati. Pengobatan dengan zat kimia yang disebut kemoterapi inilah salah satu temuannya.
Di Breslau, Ehrlich bekerja di laboratorium sepupunya, Carl Weigert, seorang patolog yang merintis penggunaan bahan celup anilina sebagai zat warna biologis. Ehrlich tertarik dalam selektivitas bahan celup untuk organ, jaringan, dan sel spesifik, dan ia meneruskan penelitiannya di Rumah Sakit Amal di Berlin.
Setelah menyaksikan bahwa bahan celup bereaksi secara spesifik dengan bermacam komponen sel darah dan sel jaringan lainnya, ia mulai menguji bahan celup itu untuk sifat terapi untuk menentukan apakah bahan celup itu akan membunuh mikroba patogen.
Setelah pergulatannya sendiri dengan TBC dan perawatannya yang kemudian dengan terapi tuberkulin Heinrich Hermann Robert Koch, Ehrlich memusatkan perhatiannya pada toksin dan antitoksin bakteri. Pertama ia bekerja di laboratorium swasta yang kecil. Namun, karena mutu kerjanya diakui Robert Koch dll., ia bisa memimpin sumber lebih banyak dan lebih baik-akhirnya Institut Serum Negeri di Frankfurt.
Di Frankfurt ia terus mencari agen kimia lainnya untuk digunakan melawan penyakit. Ia berkolaborasi dengan kerja kimia Casella yang berdekatan, yang mendanai contoh senyawa kimia baru yang diproduksi di laboratotiumnya buatnya untuk menguji kegiatan biologis. Pada 1906 Georg-Speyer-Haus, sebuah lembaga penelitian untuk kemoterapi, didirikan dengan stafnya sendiri di bawah arahan Ehrlich. Sebagian program riset itu dipandu teori Ehrlich bahwa kemampuan molekul obat pembasmi kuman penyakit bergantung pada strukturnya, khususnya sisi rantainya, yang bisa berikatan pada organisme yang menyebabkan penyakit.
Produk paling berhasil dari penyelidikan ini ialah Salvarsan (1909-1910) dihidroksidiaminoarsenobenzenadihidroklorida-dan Neosalvarsan (1912), obat paling efektif untuk mengobati sifilis hingga ditemukannya antibiotik pada 1940-an.
Ia kemudian menjadi salah seorang ilmuwan, yang mempersembahkan penemuannya untuk kepentingan umum dan kemanusiaan. Ia tidak mengaitkan penemuannya dengan uang. Tak heran jika kemudian ia dianugerahi Hadiah Nobel bidang kedokteran dan fisiologi untuk kerjanya dalam imunisasi (1908). Ehrlich meninggal di Homburg, Prusia, 20 Agustus 1915.



Sumber
Pikiranrakyat.com

0 komentar:

Posting Komentar